Lengkuas merah (Alpinia purpurata) merupakan tanaman yang termasuk dalam family Zingiberaceae. Rimpang lengkuas merah secara tradisional digunakan untuk mengobati penyakit panu dan kurap. Rimpang lengkuas merah mengandung metabolit sekunder minyak atsiri, eugnol, seskuiterpen, pinen, kaemferida, galangan dan galangol yang berkhasiat sebagai antijamur. Penelitian ini bertujuan untuk mengetahui aktivitas antijamur ekstrak etanol rimpang lengkuas merah terhadap Malasezia furfur dan Microsporum canis menggunakan metode difusi agar. Ekstrak lengkuas merah dibuat dengan variasi konsentrasi 2%, 5%, dan 10%. Hasil penelitian didapatkan aktivitas antijamur ekstrak etanol lengkuas merah dalam bentuk diamater hambat rata-rata pada konsentrasi 2%, 5%, dan 10% terhadap Malasezia furfur adalah 16,77 mm, 17,91 mm, dan 19,72 mm. Diamater hambat rata-rata terhadap Microsporum canis adalah 10,58 mm, 13,57 mm, dan 14,51 mm. Berdasarkan hasil penelitian ini dapat disimpulkan bahwa ekstrak etanol lengkuas merah memiliki aktivitas antijamur terhadap Malasezia furfur dan Microsporum canis.
Farmakope Herbal Indonesia Edisi II berisi 253 monografi simplisia dan ekstrak yang terdiri dari 213 monografi yang merupakan hasil revisi dari Farmakope Herbal Indonesia Edisi I dan Sumplemennya serta 40 monografi berasal dari tumbuhan baru.Diharapkan, dengan terbitnya Farmakope Herbal Indonesia Edisi II ini dapat menjadi standar mutu untuk berbagai kepentingan serta secara bertahap akan meningkatkan kualitas produksi bahan baku untuk kepentingan industri obat tradisional sehingga mampu bersaing di dunia internasional. Buku ini ditujukan untuk dapat dimanfaatkan oleh praktisi, peneliti dan akademisi, industri dan regulator.
Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia.pdf
Dalam perjalanan sejarah selanjutnya, sekitar 3 dasawarsa terakhir, teknologi pembuatan OT mengalami banyak perubahan sejalan dengan meningkatnya permintaan pembuktian khasiat dan keamanan secara ilmiah. Penggunaan bahan OT bentuk serbuk mulai diganti dengan ekstrak. Untuk mengantisipasi peredaran dan penggunaan ekstrak tumbuhan obat yang tidak memenuhi persyaratan, pada tahun 2000 Departemen Kesehatan telah menerbitkan buku Parameter Standar Umum Ekstrak Tumbuhan Obat. Pada tahun 2004 Badan Pengawas Obat dan Makanan (BPOM) menindaklanjuti dengan menyusun dan menerbitkan Monografi Ekstrak Tumbuhan Obat Indonesia (METOI) Vol. I yang berisi 35 monografi ekstrak dan pada tahun 2006 diterbitkan METOI Vol. II yang memuat 30 monografi ekstrak.
Untuk mencapai tujuan tersebut ditetapkan beberapa langkah kebijakan antara lain peningkatan produksi, mutu dan daya saing komoditi tumbuhan obat Indonesia serta penyusunan Farmakope Obat Tradisional Indonesia. Produksi komoditi tumbuhan obat Indonesia harus memenuhi persyaratan cara budidaya dan pengolahan pasca panen yang baik sehingga simplisia yang dihasilkan dapat memenuhi standar yang ditetapkan.
Sebagai pelaksanaan dari langkah kebijakan tersebut, pada tahun 2008 Departemen Kesehatan bersama BPOM serta pakar dari perguruan tinggi dan Lembaga Penelitian menyusun naskah Farmakope Obat Tradisional Indonesia yang merupakan buku standar simplisia dan ekstrak tumbuhan obat. Dalam proses pembahasan yang intensif di sidang pleno, disepakati nama buku diubah terakhir menjadi Farmakope Herbal Indonesia (FHI).
70 monografi simplisia dan ekstrak. Di samping itu terdapat lampiran-lampiran yang berisikan informasi dan penjelasan metode analisis dan prosedur pengujian yang terdapat di dalam monografi, yang mencakup pengujian dan penetapan secara umum, mikrobiologi, biologi, kimia dan fisika.
Indonesia adalah negara yang kaya akan tanaman obat. Salah satu tanaman yang dapat digunakan sebagai bahan obat adalah pala (Myristica fragrans Houtt.). Namun, kandungan miristisin dan safrol pada biji pala memberikan efek yang tidak diharapkan bagi tubuh sehingga harus dipisahkan terlebih dahulu sebelum digunakan. Pemisahan miristisin dan safrol dapat dilakukan dengan metode kromatografi kolom sehingga diperoleh ekstrak biji pala yang bebas miristisin dan safrol. Berdasarkan penelitian sebelumnya, ekstrak biji pala bebas miristisin dan safrol (PBMS) memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemik dan antidislipidemik. Penelitian ini bertujuan membuat formula sediaan tablet dari ekstrak PBMS yang memenuhi persyaratan dan memiliki aktivitas sebagai antihiperglikemik dan antidislipidemik. Metode penelitian eksperimental meliputi ekstraksi, pemisahan miristisin dan safrol, formulasi sediaan tablet dengan perbedaan variasi konsentrasi PVP yaitu 2%, 3%, 4%, dan 5%, evaluasi sediaan tablet, dan pengujian aktivitas sediaan tablet. Hasil penelitian menujukkan bahwa sediaan tablet yang dibuat memenuhi persyaratan kualitas tablet. Berdasarkan data hasil kromatografi lapis tipis (KLT), zat berkhasiat dari ekstrak PBMS masih terdapat dalam sediaan tablet setelah melalui tahapan formulasi. Berdasarkan pertimbangan klinis untuk terapi diabetes melitus maka diperlukan tablet yang dapat segera hancur agar dapat segera memberikan aktivitas. Tablet yang memiliki waktu hancur tercepat adalah tablet formula 1 (F1) dengan waktu hancur 6,71 menit. 2ff7e9595c
Comments